SHOLAT
Oleh: Mulyadi Hasan
Bagi umat Islam, sepertinya sholat adalah urusan nomor satu yang didakwahi. Ancaman kafir bagi yang meninggalkan sholat, bidadari sebagai pahala orang yang sholat, amal pertama dihisab adalah sholat dan sebagainya mengalir deras dari mulut para penceramah ketika menyampaikan bab tentang sholat.
Itu bagus. Tetapi apakah sholat itu sebenarnya? Apakah sudah benar-benar paham yang didakwahi atau yang disampaikan? Allah berfirman bahwa Dia amat murka terhadap orang yang mengatakan sesuatu yang tidak ia kerjakan.
"Sholat adalah MENGINGAT Allah". Demikian sering disampaikan. Memang ini pun dikutip dari al Quran. Namun mesti diketahui bahwa kata MENGINGAT bermakna bahwa yang diingat itu memiliki bentuk dan sudah pernah dilihat (bertemu). Apakah Tuhan berbentuk? Sudahkah berjumpa denganNya?
Jika sholat dikerjakan sekarang, sedangkan keyakinan bertemu Tuhan di akhirat setelah mati, maka hal itu juga tindakan orang yang tidak berpikir, yakni terus menerus menyembah Tuhan angan-angan. Sedangkan agama adalah untuk orang yang berpikir. Itulah alasan tidak ada agama bagi orang gila atau hewan.
Selain itu, keberadaan sesuatu yang diingat biasanya jauh. Yang bernama Allah itu Maha Dekat. Dia berada di mana saja kamu berada. Dua pernyataan ini pun dari al Quran. Maka SHOLAT itu MENGINGAT Allah mesti dipahami lagi.
Jika benar-benar meyakini bahwa Allah, Yang Hidup itu berada dimana saja kamu berada, maka tidak ada proses sholat yang dimaknai sebagai MENGHADAP ALLAH (kalau menghadap Presiden atau Gubernur boleh jadi). Selanjutnya juga tidak tepat kata MERINDUKAN ALLAH, karena yang dirindukan berada jauh. Atau tidak tepat penggunaan kata KEMBALI KEPADA ALLAH, sebab akan bingung kembali kemana?
Agar sholat yang dikerjakan tidak sebatas gerakan fisik atau ikut-ikutan saja, maka kata MENGINGAT mesti dipahami dengan kata yang lebih tepat. Disini saya usulkan untuk memakai kata SADAR. Kesadaran apakah yang dimaksud? Itulah KESADARAN bagi orang yang sudah aqil balih (berakal dewasa). Sholat itu bagi orang yang aqil balih. Belum dapat dipastikan orang berusia di atas 60 tahun sudah aqil balih dalam makna hakikat atau makna yang sebenarnya.
Itulah KESADARAN bahwa seseorang itu tidak terpisah dari Tuhannya. SADAR bahwa ia dapat mendirikan sholat kecuali KARENA Allah, Yang Hidup. Sholat bukan UNTUK Allah tetapi KARENA Dia, Yang Hidup Kekal. Bahkan seseorang terhindar dari prasangka buruk atau dari perbuatan keji dan munkar pun KARENA Allah, Yang Hidup Kekal.
0 komentar:
Posting Komentar