Senin, 03 April 2017

Pencerahan

Selasa, 28 Maret 2017

MENGENALI JIWA

Dalam percakapan sehari-hari, pemakaian kata JIWA sering tercampur dengan kata NYAWA. Sebagai misal, “Kecelakaan di jalan tol Cikampek merenggut lima jiwa.” Kalimat ini lazim pula diucapkan “Lima nyawa melayang ketika terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan tol Cikampek.” Padahal jika diperhatikan secara teliti makna kata JIWA tidak persis sama dengan NYAWA. Pemakaian kata JIWA dan NYAWA yang kadangkala tumpang tindih atau tidak konsisten membuat makna kedua kata ini menjadi ambigu.

Kehadiran NYAWA di jasad ditandai dengan adanya NAFAS. Orang yang tidak bernafas, yakni udara tidak lagi keluar masuk melalui hidungnya berarti ia sudah tidak bernyawa. Orang yang demikian dikatakan mati yang dalam bahasa sopan disebut ‘wafat’. Jasad yang tadinya dihidupkan Allah setelah tidak bernafas lagi disebut ‘mayat’. Hal ini sedikit berbeda dengan JIWA yang kehadirannya ditandai dengan pikiran. Buktinya orang yang mengalami gangguan jiwa adalah orang yang juga mengalami gangguan pikiran. Namun dapat dipastikan selagi seseorang masih dihidupkan sebagai manusia, tidak ada JIWA jika tidak ada NYAWA.

Telah disinggung bahwa yang dikatakan DIRI adalah JASAD dan JIWA. Dengan kata lain, jasad dan jiwa adalah bagian dari diri. Jasad terdiri dari kepala, badan, anggota badan dan organ-organ dalam lainnya seperti hati, paru-paru dan jatung. Sedangkan JIWA terdiri dari pikiran dan perasaan. Berbeda dengan jiwa, jasad disebut juga tubuh kasar karena jasad tersebut dapat dilihat dan disentuh. Tidak demikian halnya dengan jiwa yang karena tidak terlihat dan tidak pula dapat disentuh secara fisik disebut tubuh halus.

Yang dapat dipahami tentang JIWA umumnya adalah sebatas PIKIRAN dan PERASAAN, tidak lebih dari itu. Jadi berbicara soal JIWA berarti berbicara tentang PIKIRAN dan PERASAAN. Sebagai contoh, orang yang berjiwa KASAR antara lain adalah orang yang pikiran dan perasaannya tidak peka terhadap keadaan orang lain. Ia dapat saja mengucapkan kata-kata atau melakukan tindakan mengganggu ketenangan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, orang berjiwa BESAR adalah orang yang sabar dan bijaksana sehingga orang-orang yang di sekelilingnya merasa nyaman dengan kehadirannya di dekat mereka.

Perbedaan lain yang jelas dan masuk akal antara jasad dan jiwa adalah orang yang mengalami gangguan pada jasad dirawat di Rumah Sakit Umum dan ditangani oleh dokter umum. Hal ini berbeda dengan orang yang mengalami gangguan pada mental atau jiwa dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan ditangani oleh dokter jiwa atau psikolog. Yang menarik adalah bahwa berbeda dengan jasad dan jiwa, nyawa sebagai tanda dari keberadaan RUH tidak pernah mengalami gangguan. Ini artinya jiwa dan nyawa tidak sama. Baik jasad berupa badan maupun jiwa berupa pikiran dan perasaan sama-sama aktif karena keberadaan dari RUH.

Disebabkan PIKIRAN dan PERASAAN tidak terlihat melalui mata zahir, maka pikiran dan perasaan hanya dikenali oleh pemilik pikiran dan pemilik perasaan itu saja. Itupun terjadi ketika pikiran dan perasaan berada dalam kendali pemilik pikiran dan pemilik perasaan. Pengendalian pikiran dan perasaan berlangsung ketika pemilik pikiran dan pemilik perasaan sedang dalam keadaan TENANG dan WASPADA. Dalam keadaan kalut, pemilik pikiran dan pemilik perasaan biasanya tidak mengenal dirinya yang notabene adalah pikiran dan perasaan atau jiwanya. Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin tindakan nekat dan berbahaya bisa saja terjadi karena dalam keadaan seperti ini pikiran dan perasaan mengambil alih pimpinan.

Selain juga telah disinggung di atas, karena pikiran dan perasaan tidak dapat dilihat, maka yang dapat diamati dari pikiran dan perasaan seseorang adalah REAKSI dari pikiran dan perasaannya. Tanpa memperhatikan REAKSI, seseorang kesulitan mengenali pikiran dan perasaan orang lain secara akurat, kecuali memprediksi atau menduga-duga saja. Orang yang berpikiran kotor terlihat dari ucapan dan tindakannya. Ia akan sering berbicara dan bertingkahlaku jorok.

Demikian pula halnya orang baru jatuh cinta kondisi kejiwaannya dapat dikenali dari ucapan dan tindakan-nya. Dari sisi ucapan, ia akan sering bercerita tentang kekasihnya dan dari sisi tindakan ia akan sering terlihat berdandan dan mematut-matut dirinya di depan kaca. Bahkan, kadang kala ia tersenyum sendiri. Semua yang dilakukannya adalah REAKSI atau MANIFESTASI dari yang sedang ia pikirkan dan rasakan, karena itulah gambaran dari keadaan kejiwaannya saat itu. Dengan kata lain, itulah yang terlihat sehingga dapat dikenali.

Selanjutnya, JASAD dan JIWA tidak dapat berfungsi tanpa Ruh karena dari keberadaan Ruh inilah jasad dan jiwa menjadi aktif. Tanpa diaktifkan oleh Ruh, jasad adalah mayat. Pun tanpa diaktifkan oleh Ruh maka pikiran dan perasaan tidak berfungsi. Jika diibaratkan dengan sebuah telepon genggam (handphone), JASAD adalah casing, perangkat lunaknya yang terdiri dari program atau aplikasi adalah JIWA. Tanpa baterai, perangkat lunak (software) tidak berfungsi. Singkatnya, JASAD dan JIWA dihidupkan karena RUH. Ruhlah yang mengaktifkan tubuh halus seperti pikiran dan perasaan sehingga jasad pun aktif. Dengan memahami keberadaan RUH yang mengaktifkan pikiran dan perasaan dapat dipahami bahwa JIWA dihidupkan karena keberadaan RUH.

Untuk mendapatkan pemahaman lebih jelas tentang JIWA yang terdiri dari PIKIRAN dan PERASAAN yang teraktifkan karena RUH, berikut ini akan dibahas serba-serbi pikiran dan perasaan. Selain dari semakin memperjelas pemahaman JIWA, pembahasan ini dapat pula dijadikan dasar memahami makna KESUCIAN JIWA yang memiliki peran PENTING dalam mencapai ketenangan jiwa.“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS asy Syams (91) : 9 dan 10). Secara singkat, salah satu dari keberuntungan dimaksud adalah tercapainya KETENANGAN JIWA.

KEHIDUPAN YANG KERUH diyakni terjadi karena ketiadaan kesucian jiwa. Jiwa yang kotor akan menjadi pemicu seseorang berpikir dan berucap serta bertindak kotor. Orang yang memakai kacamata berlensa hitam akan melihat dunia dengan segala pernak-pernik isinya tampak gelap. Bahkan ucapan seperti sumpah serapah atau ucapan hinaan hanya keluar dari mulut orang yang pikirannya kotor.

Pencerahan...

Selasa, 28 Maret 2017

MENGENALI PIKIRAN

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah pikirannya, karena tanpa kemampuan berpikir manusia tidak berarti apa-apa sama sekali. Makhluk lain seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan yang tidak dikaruniai kemampuan berpikir ternyata dengan mudah dikuasai manusia. Dengan kata lain, karena kehadiran PIKIRAN manusia menjadi makhluk berkuasa. Bahkan, dengan menggunakan kekuatan pikiran, apalagi salah menggunakannya, manusia akan menguasai sesamanya yang berujung pada tindakan dimana yang kuat menindas yang lemah. Dari bahasan singkat ini tampak jelas, sekalipun pemahaman kata JIWA sangat sederhana, yakni terdiri dari PIKIRAN, namun apabila tidak dapat dikendalikan, pikiran tersebut akan menjelma menjadi MONSTER, alat PEMBUNUH dan PENGHANCUR. Sebaliknya, jika semakin banyak orang yang berpikiran benar karena mampu mengendalikan pikirannya, maka semakin banyak manfaat yang diperoleh dari pikiran benar tersebut.

Pentingnya peranan pikiran bagi manusia terlihat juga pada orang gila yang karena mengalami gangguan di pikiran dapat membuatnya bertingkah laku layaknya seperti hewan. Adalah pemandangan lumrah melihat orang gila telanjang atau mengais makanan di tempat sampah, bahkan mengganggu orang-orang yang berada di dekatnya. Ganguan pikiran telah menjadikannya kehilangan kesadaran sebagai makhluk yang lebih tinggi derajadnya dibandingkan dengan dari makhluk lain. Dalam makna yang lebih luas, gangguan pikiran bukan hanya bagi orang yang gila, pikiran kotor juga merupakan indikator gangguan pikiran karena dari pikiran yang kotor timbul ucapan dan tindakan yang tentunya juga kotor.

Membahas apa yang dimaksud dengan PIKIRAN tidak dapat dilepaskan dari pembahasan OTAK MANUSIA, sebab otak adalah tumpuan pikiran sebagaimana badan, kaki dan tangan menjadi tumpuan gerakan. Tanpa otak, manusia tidak dapat berpikir. Orang yang mengalami gangguan di otak umumnya juga mengalami kelainan berpikir. Kebenaran hal ini lagi-lagi tampak pada orang gila yang rata-rata mengalami kerusakan dibagian otak. Gangguan pada otak tersebut dapat membuat susunan informasi yang telah menjadi nilai-nilai kehidupan di dalamnya mengalami kekacauan, sehingga pikiranpun menjadi kacau atau tidak berfungsi secara normal.

Sebagaimana mata berfungsi sebagai alat melihat dan telinga berfungsi sebagai alat untuk mendengar, otak berfungsi sebagai alat untuk berpikir. Otak yang terdiri dari sejenis lemak di dalam batok kepala dengan syaraf yang tak terhitung merupakan wadah penyimpanan beragam informasi. Informasi berupa nilai atau norma tentang kehidupan karena keberadaan Ruh menjadi dapat disimpan di dalam otak dan dapat pula diaktifkan ketika dikehendaki. Dengan aktifnya pikiran berupa informasi di dalam otak terjadilah proses berpikir yang ditandai dengan adanya aktivitas seperti mengingat, menilai dan membandingkan serta memformulasikan.

Disebabkan agar dapat berpikir baik sangat tergantung pada informasi yang tersimpan di dalam otak berupa memori, maka penginstalan butir-butir informasi ke dalam otak menjadi sangat penting sebagai dasar untuk dapat berpikir. Informasi demi informasi yang diterima otak akan berakumulasi dan berkembang menjadi latar belakang pengetahuan. Semakin banyak dan semakin baik informasi yang terserap dan tersimpan di syaraf-syaraf otak seseorang berdasarkan pengalaman dan pendidikannya, maka semakin baik pula daya pikirnya. Buktinya, bayi dan anak-anak yang masih memiliki keterbatasan informasi yang diperoleh dari pengalaman memiliki keterbatasan berpikir dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya bagi orang yang berpendidikan rendah dan yang berpendidikan tinggi memiliki kemampuan berpikir berbeda. Dengan kata lain, kemampuan berpikir terkait dengan pengaktifan latar belakang pengetahuan yang disebut memori.

Selain dari latar belakang pengetahuan berupa hasil pengalaman dan pendidikan, cara mengolah informasi yang sudah mengendap di otak berupa memori juga menentukan kemampuan berpikir seseorang. Orang yang terlatih berpikir runtut atau sistematis memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kemampuan berpikir sistematis. Berdasarkan pengalaman, sering ditemukan orang yang cara berpikirnya melompat-lompat bahkan tidak terhubung dari satu ide ke ide lainnya. Sehingga orang yang mendengarnya kesulitan mengikuti pokok-pokok pembicaraannya. Sedangkan cara berpikir yang baik ditandai dengan, selain kejelasan informasi juga ditandai dengan keteraturan pesan yang disampaikan sehingga pembicaraannya menjadi mudah diikuti atau dipahami.

Kemampuan berpikir akan terbentuk setelah terjadinya penyimpanan informasi berupa nilai-nilai kehidupan yang diperoleh melalui proses mengalami dan proses belajar (pengalaman dan pendidikan) seperti sempat disinggung di atas. Hasil dari proses mengalami dan belajar ini akan tersimpan dalam bentuk memori yang menjadi bagian dari pikiran. Tanpa memori berupa informasi-informasi yang telah mengendap di dalam otak, seseorang tidak dapat berpikir. Anak seorang petani biasanya mudah berpikir tentang cara bercocok tanam jika dibandingkan dengan anak pedagang yang dalam kesehariannya sibuk melayani para pelanggan di toko. Anak petani memiliki pengalaman cara bercocok tanam karena ia juga mendapatkan pendidikan tentang bercocok tanam sekalipun pendidikan tersebut bersifat informal. Hal ini juga berlaku sebaliknya terhadap anak pedagang. Dengan ungkapan lain, pembentukan proses berpikir berlangsung melalui proses pengalaman dan pendidikan yang dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.

Proses berpikir seperti telah dijelaskan belum memadai untuk dijadikan landasan bagi seseorang supaya dapat BERPIKIR BENAR. Sebab, hasil dari berpikir adalah BENAR dan SALAH. Orang yang memiliki kekuatan berpikir tidak berarti bahwa ia juga senantiasa berpikir benar. Pencuripun mesti berpikir sebelum melakukan aksinya. Walaupun ia mengetahui bahwa tindakannya salah, namun pencuri mesti terlebih dahulu memikirkan cara menyelamatkan diri jika seandainya ia ketahuan atau tertangkap ketika sedang mencuri. Oleh karena itu, selain dari berpikir seseorang hendaknya juga meng-gunakan akalnya. Jika seorang pencuri menggunakan AKALNYA, maka ia tidak akan mencuri. Disebabkan tidak menggunakan akal inilah pencuri nekad mencuri. Dengan kata lain, orang yang BERPIKIR belum tentu menggunakan AKAL. Inilah alasan ditemukan istilah AKAL PIKIR dalam pembicaraan sehari-hari karena kata PIKIR saja belum cukup untuk mengungkapkan hal seperti yang dijelaskan, sehingga kata AKAL tetap ditambahkan agar makna ujaran lebih jelas lagi.

Jika ditelusuri lebih jauh lagi, bahwa yang dimaksud dengan PIKIRAN itu sebenarnya adalah HASIL dari pengolahan informasi di dalam otak yang dipicu oleh stimulus dari luar. Artinya, pikiran itu tidak saja terdiri dari memori yang tersimpan di dalam jaringan syaraf-syaraf otak, tetapi juga dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Memori tanpa rangsangan sebagai pemicu, maka memori tersebut tidak ubahnya seperti data atau informasi di GOOGLE yang tentunya tidak bermanfaat jika tidak diakses terlebih dahulu. Melalui rangsangan dari luar, memori di dalam otak dapat diaktifkan dan terjadilah proses berpikir yang antara lain adalah prosespenyaringan dan pengolahan informasi.

Berbeda dengan proses berpikir yang menghasilkan perkiraan benar atau salah, masih adalagi bagian dari pikiran yang diterangi Cahaya dari keberadaan Ruh. Pikiran yang demikian dapat melahirkan tindakan yang lebih baik. Bagian pikiran yang terterangi ini disebut dengan AKAL. Orang yang memilih menggunakan akal dalam kehidupannya akan berada dalam lingkupan KESADARAN sehingga dapat dikatagorikan sebagai orang yang TERCERAHKAN. Dengan kata lain, orang yang pikirannya disinari Cahaya dari Ruh tadi dapat membedakan antara benar dan salah.

Pencerahan..

Selasa, 28 Maret 2017

MENGENALI PERASAAN

MENGENALI PERASAAN tidak persis sama dengan MENGENAL PERASAAN. Tujuan dari membedakan kedua istilah ini adalah agar tampak pembatas antara kedua ungkapan. “Mengenali perasaan” bermakna bahwa yang mengenali lebih besar daripada perasaan itu sendiri. Pemahaman ini tentunya tidak benar-benar sama dengan “mengenal perasaan” yang menyisakan kemungkinan makna bahwa perasaan lebih besar dari yang mengenal perasaan tersebut. Jika perasaan lebih besar, maka pengendaliannya menjadi sulit atau bahkan mustahil. Pengertian ini berlaku juga terhadap ungkapan mengenali pikiran dan mengenali jiwa serta mengenali diri’.

Pikiran dan perasaan tidak dapat dipisahkan, keduanya saling terkait karena saling mempengaruhi. Keadaan pikiran yang kacau berdampak pada perasaan, karena kekacauan pikiran itu menyebabkan ketidaknyamanan pada area perasaan. Sebaliknya, perasaan yang nyaman memungkinkan terkondisinya pikiran yang juga baik. Pikiran yang berupa sejumlah informasi tersimpan di jaringan syarat-syaraf otak dan disebut dengan istilah ‘memori’ karena sesuatu atau lain hal berupa stimulus atau rangsangan dari luar dapat menimbulkan perasaan. Sebagai misal, orang yang dibesarkan di lingkungan keluarga atau masyarakat yang sopan dan lembut akan bereaksi saat ia bertemu dengan orang yang berprilaku kasar terhadap dirinya. Reaksi yang timbul karena terjadinya benturan nilai-nilai kehidupan yang ia anut dapat menjadikan dirinya tertekan. Akibatnya, ia bisa saja menjadi emosional karena tekanan perasaan yang dipicu melalui pikirannya. Emosi yang dipicu pikiran ini disebut PERASAAN yang karena tidak terkendali memungkinkan timbulnya rasa benci, dan bahkan rasa dendam dan penyakit hati lainnya.

Pada satu sisi, perasaan adalah RASA yang boleh jadi berupa rasa baik maupun buruk. Rasa yang baik, antara lain adalah rasa kasih sayang dan senang, sedangkan rasa buruk adalah rasa iri dan dengki. Rasa seperti ini disebut PERASAAN. Jadi mengenali perasaan adalah mengenali rasa baik dan buruk yang timbul dari pikiran dan dipicu oleh rangsangan dari luar diri. Di sisi lain, PERASAAN tidak sama dengan RASA walaupun kata dasar pe-RASA-an berasal dari kata RASA. Makna dari kata PERASAAN itu lebih terarah ke diri batin seperti perasaan sedih, dengki, gembira atau perasaan jengkel. Ungkapan “Hatiku sedih” hanya bermakna perasaan yang terluka, bukan berarti luka dibagian hati yang terdiri dari segumpal daging.

Makna kata RASA mencakup rasa pada diri jasad dan diri batin atau jiwa. Perih karena terluka pisau adalah RASA di jasad. Sedangkan perih terluka karena kata-kata yang menyakitkan lebih cenderung ke RASA yang bermakna PERASAAN. Kepahaman memaknai perbe-daan makna kata PERASAAN dan kata RASA akan memudahkan pemahaman kata JIWA yang menjadi salah satu fokus dari pembahasan saat ini.

Sejauh ini dapat dipahami PERASAAN berhubungan erat dengan PIKIRAN, pikiranlah pemicu reaksi pada perasaan. Dengan memahami hal ini, maka SUPAYA DAPAT MENENANGKAN PERASAAN seseorang mesti terlebih dahulu MENENANGKAN DIRI atau PIKIRANNYA. Ketika pikiran tenang, perasaan pun tenang. Pertanyaan yang mungkin timbul, “Semudah itukah?” Memang mudah menenangkan pikiran karena kehilangan uang dalam jumlah yang kecil, sehingga perasaanpun segera tenang. Namun tidak demikian ketika uang yang hilang dalam jumlah agak besar. Kemelekatan terhadap benda-benda duniawi membuat sulit untuk mencapai ketenangan atau kedamaian. Kalaupun seseorang dapat melepaskan pikirannya dari kemelekatan, maka hal ini hanya dapat terjadi apabila dikehendaki Allah yang mengaruniai seseorang dengan sifat ikhlas karena mau BERSERAH DIRI, yakni MENERIMA KETETAPAN ALLAH.

Telah disinggung bahwa berpikir adalah suatu proses yang terjadi apabila dalam otak telah terinstal memori sebelumnya. Tanpa memori seperti butiran informasi sebagai dasar berpikir, proses berpikir tersebut belum dapat berlangsung karena berpikir adalah pengaktifan latar belakang pengetahuan yang dipicu oleh stimulus dari luar. Semakin banyak informasi yang tersedia di syaraf-syaraf otak, semakin baik dan lancar pula proses berpikir. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Informasi yang didapati dari pengalaman dan pendidikan sangat menentukan kemampuan berpikir. Seorang nelayan yang dalam kesehariannya bergelut dengan menangkap ikan di laut mengalami kesulitan apabila ditanyakan tentang cara membedah otak yang biasanya dilakukan oleh dokter ahli bedah. Di dalam otak nelayan itu tidak tersimpan memori atau latar belakang pengetahuan cara membedah otak manusia.

Selain KUANTITAS informasi yang tersimpan di otak, KUALITAS informasi juga sangat menentukan proses berpikir. Apabila informasi negatif lebih dominan dari pada informasi yang positif, maka kemungkinan untuk berpikir buruk akan mendominasi pemikiran. Sehingga, setiap muncul stimulus dari luar diri, kecenderungan berpikir buruklah yang akan terjadi. Sedangkan pikiran negatif itu sedikit banyaknya mengganggu ketenangan jiwa. Oleh karena itu, bagi yang mempunyai memori negatif yang lebih dominan, maka pembersihan latar belakang pengetahuan yang negatif ini mesti dilakukan terlebih dahulu. Melalui beberapa latihan yang efektif, memori negatif ini dapat di-DELETE dan di-INSTAL dengan nilai-nilai yang jauh lebih baik sebagai bekal menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Jika tidak demikian, sulit baginya untuk mencapai ketenangan.

Sebagai contoh, seorang remaja yang mempunyai latar belakang pengetahuan berupa informasi negatif bahwa bunuh diri adalah solusi bagi orang yang putus cinta seperti pernah ia saksikan melalui pemberitaan surat kabar atau televisi cenderung melakukan hal yang sama seperti yang ia lihat dari media massa tersebut. Bukan tidak mungkin ketika ia sendiri mengalami putus cinta akan memilih meminum racun nyamuk sebagai pilihan menyelesaikan masalah. Atau saat terlihat tali jemuran, ia berpikir bahwa bunuh diri dengan menggantungkan leher adalah sebuah cara mengakhiri penderitaan yang sedang ia tanggung atau alami.

Tidak demikian halnya, jika di dalam otak remaja tadi telah pernah diinstal nilai-nilai kehidupan yang positif bahwa bunuh diri adalah perbuatan yang dimurkai oleh Allah, maka kekuatan memori positif tadi akan timbul sebagai tameng untuk tidak melakukan tindakan nekat bunuh diri. Nah, karena perasaan timbul dipicu oleh pikiran, maka pikiran negatif menimbulkan perasaan yang tidak tenang. Hal ini tentunya berlaku sebaliknya, apabila pikiran positif yang lebih dominan, ketenangan pun akan mudah dicapai. Dari penjelasan ini, maka benarlah Firman Allah bahwa beruntung orang yang menjaga kesucian jiwanya.

Sebagai kesimpulan sementara dari sub MENGENAL PERASAAN ini, dapat disampaikan bahwa sebenarnya tidak terlalu sulit memahami yang dimaksud dengan PERASAAN karena kata ini sering diucapkan dalam kegiatan sehari-hari. Sedih, gembira, gusar dan senang adalah contoh dari kata-kata yang mengungkapkan kehadiran perasaan pada seseorang. Sedih berpasangan dengan gembira dan gusar berpasangan dengan senang. Dari contoh tersebut sekaligus terlihat bahwa perasaan seperti halnya pikiran adalah dualitas yaitu berpasang-pasangan. Pikiran terdiri dari pikiran yang baik dan pikiran buruk. Perasaan yang tidak tentram timbul dari pikiran negatif atau buruk.“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS Yaasiin (36) :36)