Minggu, 11 November 2018

Wacana Lisan dan Tulis


WACANA LISAN DAN TULIS
Oleh Hermanudin
SMPN 10 Bengkulu Tengah

1.         Pendahuluan
Secara umum wacana dapat dipahami sebagai pernyataan-pernyataan. Masyarakat umum memahami wacana sebagai perbincangan yang terjadi dalam masyarakat ihwal topik tertentu. Wikipedia  mendefinisikan wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Wacana sangat terkait dengan konteks yang menyertainya sebagai kesatuan. Konteks wacana adalah situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan sarana.
Dalam ranah yang lebih ilmiah, Yoce Aliah Darma (2009:3) mengemukakan bahwa wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, yang dibentuk oleh unsur-unsur segmental dalam sebuah wacana yang paling besar. Sedangkan unsur nonsegmental dalam sebuah wacana pada hakikatnya berhubungan dengan situasi, waktu, gambaran, tujuan, makna, intonasi, dan tekanan dalam pemakaian bahasa, serta rasa bahasa yang sering dikenal dengan konteks.
Djayasudarma (2012:4), mengemukakan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulis yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif satu ide.
Alex Sobur (dalam Darma, 2009:3), mengungkapkan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Jadi wacana adalah proses komunikasi menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas.
Renkema (dalam Setiawan,2006:1.4) menyatakan bahwa wacana adalah disiplin ilmu yang mengkaji hubungan antara bentuk dan fungsi bahasa dalam komunikasi. Definisi ini menitikberatkan pada penggunaan bahasa dalam komunikasi yang membawa fungsi-fungsi tertentu. Di pihak lain, Alwi dkk (1998: 419) menyatakan bahwa wacana adalah serentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi yang lain yang membentuk kesatuan. Definisi ini memandang wacana merupakan kalimat–kalimat yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Konsep itu membawa kita untuk berhadapan dengan wacana tulis.
Dari beberapa pengertian diatas, wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren yang dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa yang membentuk satu kesatuan yang utuh.
Wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana dibedakan menjadi wacana verbal dan nonverbal. Dari media komunikasi, wacana dibedakan menjadi wacana lisan dan tulis. Dari segi pemaparan, dikenal dengan jenis wacana naratif, deskriptif, prosedural, dan ekspositoris, dan argumentatif.   Dari jenis pemakai dikenal dengan wujud monolog, dialog, dan polilog. Pada artikel ini akan akan dibahas wacana dari media komunikasi atau sudut pandang bentuk bahasa yaitu wacana lisan dan wacana tulis.
2.         Jenis-jenis wacana
Dari sudut pandang bentuk bahasa, Josep Hayon (2007:40), membagi wacana menjadi dua, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan ditemukan dalam percakapan, pidato, lelucon, tuturan deklamasi, percakapan, debat, tanya jawab, sementara wacana tulis terutama pada media yang menggunakan bahasa tulis seperti iklan, surat, cerita, esai, makalah, surat menyurat dan lain-lain. Pada wacana mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addresses). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca.
2. 1      Wacana Lisan
Menurut Tarigan (2009:52), wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyimak. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse  atau wacana interaktif. 
Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia, manusia memakai bahasa lisan dalam berkomunikasi. Bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis.
Bahasa lisan digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena sering digunakan, maka bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis. Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana, jika salah satu partisipannya ( pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti dicontohkan Josep Hayon (2007:41)  berikut :
Wati          : “Nunung, kemana?”
Nunung     : “Biasa”.
Pada wacana di atas Wati dapat mengetahui bahwa Nunung akan pergi, misalnya, ke warung untuk makan roti panggang karena pada saat seperti itu kebiasaan Nunung makan roti panggang di warung X.  Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan Nunung, wacana di atas tidak dapat dimengerti. Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat. Pertama, Karena ia mengetahui bahwa tidak ada lokasi  yang bernama Biasa atau ujaran “biasa” tidak mengacu kepada suatu tempat yang pasti dan kedua, ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah diketahui bersama “ dengan Nunung. Dalam berkomunikasi lisan, orang lebih sering menggunakan wacana lisan yang pendek dan kadang-kadang tidak gramatikal, seperti dicontohkan diatas.
Ketika seseorang mengutarakan maksud dengan wacana lisan, tidak hanya memperhatikan  unsur bahasa tetapi juga digunakan gerakan tubuh, pandangan mata, dan lain – lain, yang turut memberi makna wacana itu. Seorang atasan yang sedang memarahi bawahannya, akan juga memperlihatkan raut wajah dan gerakan tangannya yang memperkuat makna bahwa hal itu tidak boleh dilakukan lagi oleh bawahannya.
Wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam waktu atau situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan, kita harus mengetahui dengan pasti: siapa yang berbicara, kepada siapa, ada kesamaan konteks antara pesapa dan penyapa,  dan bagaimana situasi pada saat pembicaraan berlangsung.
Fatimah Djayasudarma (2012:6), mengemukakan wujud wacana lisan dapat berupa 1). Sebuah percakapan atau dialog lengkap dari awal sampai akhir, dan 2). satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya memuat situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa), yang berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
Kelemahan wacana lisan adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat seperti yang pertama. Kelemahan wacana ini juga menyebabkan wacana lisan, sebagai bahan bukti, dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah dibanding wacana tulis.
Josep Hayon (2007:42) mengemukakan ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut :
a)      Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus.
b)      Wacana lisan sulit diulang, dalam arti mengulang hal yang tepat sama dengan ujaran pertama
c)      Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna yang dimaksud
d)     Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam satu situasi dan konteks yang sama.
e)      Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis
f)       Wacana lisan juga melibatkan unsur kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama (common ground),yang ada pada satu keluarga atau kelompok
g)      Wacana lisan sering melibatkan partisipanya secara langsung.

2. 2      Wacana Tulis
Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacan tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana. Wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem ejaan.  Wacana tulis sering ditemukan pada bacaan majalah, koran, buku, makalah , dll.
Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf. Huruf dibuat untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang bunyi. Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal berjauhan.
Wacana tulis tidak menghadirkan penulis dan pembaca pada satu saat dan tempat yang sama, seperti halnya pada wacana lisan.  Penulis dan pembaca pada wacana tulis tidak dapat berkomunikasi secara langsung sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis harus dibahasakan dengan baik dan benar. Bila dibandingkan dengan wacana lisan, wacana tulis biasanya lebih panjang, unit-unit kebahasaannya lengkap, dan mengikuti aturan bahasa. Kadang-kadang berisi keterangan-keterangan untuk memperjelas pesan dan menghindari kesalahtafsiran makna oleh pembaca. Bentuk-bentuk bahasa biasanya baku. Berikut ini merupakan contoh wacana yang berupa rangkaian kalimat yang utuh dan padu.   
(1) Panen yang terjadi saat musim hujan mengakibatkan kualitas gabah petani buruk sehingga harganya menjadi turun. Pemerintah harus melihat hal itu sebagai situasi yang dihadapi petani saat ini. Pemerintah harus membeli gabah hasil panen petani meski dengan risiko merugi. Pemerintah tidak dapat berkelit dengan menyatakan bahwa tidak ada paksaan bagi petani untuk menanam padi. Namun, dalam konteks swasembada beras, pilihan menanam padi merupakan program ketahanan pangan pemerintah, Karena itu, pemerintah tidak bisa lepas tangan.
(dikutip dari Modul 1 Hakikat Wacana Bahasa Indonesia Oleh Teguh Setiawan)

Wacana di atas terbentuk oleh beberapa kalimat. Kalimat satu dengan kalimat lain memiliki keterkaitan. Hal itu dapat diketahui dengan adanya bentuk pengulangan kata pemerintah. Pengulangan kata pemerintah tidak hanya sekedar mengulang, tetapi difungsikan untuk mengaitkan informasi yang ada pada kalimat pertama dengan kalimat-kalimat berikutnya. Dengan begitu rentetan kalimat itu menjadi kalimat yang utuh dan padu. Bandingkan dengan wacana tulis berikut ini.

(2) Setiap minggu pagi Karno selalu membersihkan kuda peliharaannya. Di pasar tradisional dapat kita jumpai kuda sebagai alat transportasi. Kuda di pacuan kuda sangat kuat dan bagus. Sebagian orang menganggap sate kuda dapat meningkatkan stamina tubuh. 
(dikutip dari Modul 1 Hakikat Wacana Bahasa Indonesia Oleh Teguh Setiawan)


Berbeda dengan teks sebelumnya, teks di atas bukan merupakan wacana. Kalau membaca teks di atas, kita tidak dapat mengetahui apa yang ingin diinformasikan. Kalimat-kalimat itu seakan-akan berkaitan. Hal itu dapat diketahui dengan adanya pengulangan kata kuda. Namun, kalau diperhatikan dengan seksama kuda yang dibicarakan dalam kalimat satu dan kalimat berikutnya merupakan kuda yang berbeda. Perbedaan itu yang menyebabkan tidak adanya keutuhan dan kepaduan antarkalimat.
 Meskipun banyak wacana tulis yang panjang, ada juga wacana tulis yang pendek. Wacana tulis seperti ini banyak dijumpai di iklan, di stasiun kereta, di swalayan, dan di jalan, seperti contoh berikut ini:
1)      Pintu Keluar
2)      Jalur Evakuasi
3)      Awas! Tegangan tinggi!
4)      Kocok dulu sebelum diminum
Contoh (1) sering ditemukan di stasiun kereta api, di swalayan, dan di perkantoran. Tulisan itu menyatakan bahwa jika Anda ingin keluar dari ruangan ini atau gedung ini, ikutilah jalan ini. Yang dimaksud dengan Anda adalah siapa saja yang berada dalam ruangan atau gedung itu.
Contoh (2) sering kita temukan di gedung-gedung bertingkat atau di jalan. Petunjuk ini menyatakan bahwa kalau terjadi bencana atau gempa yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau Tsunami,  ikuti petunjuk arah yang ada untuk melakukan evakuasi ke tempat yang dianggap aman.
Contoh (3) adalah peringatan yang ditujukan kepada orang untuk tidak mendekati atau menyentuh tempat itu karena memiliki listrik tegangan tinggi.
Contoh (4) adalah label sebuah kotak obat. Pada contoh ini kata obat dihilangkan. Maksud tulisan ini untuk memberi tahu kepada pemakai bahwa sebelum diminum, obat itu harus dikocok.
 Wacana tulis yang pendek, seperti di atas sangat mirip dengan wacana lisan, seperti penghilangan bagian tertentu dari wacana itu, penyatuan saat dan tempat yang sama bagi penulis dan pembaca, dan penggunaan bentuk – bentuk informal. Ada kemungkinan wacana tulis seperti ini adalah pengalihan dari wacana lisan. Orang yang membuatnya tentu berpikir lebih baik ditulis daripada terus-menerus diucapkan.
Berkenaan dengan wujud wacana tulis, Fatimah Djayasudarma (2012:6), mengemukakan wujud wacana tulis dapat berupa: 1) sebuah teks/bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alenia yang mengungkapkan sesuatu secara berurutan dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit cerita, sepenggal uraian ilmiah, 2) sebuah alenia, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alenia, dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh, 3) sebuah wacana  mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem ellepsis.
Fatimah Djajasudarma (2010:14),  membedakan wacana tulis berdasarkan sifatnya menjadi wacana tulis transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional jika yang dipentingkan adalah isi komunikasi. Wacana interaksional jika merupakan komunikasi timbal balik. Wacana tulis transaksional dapat berupa iklan, instruksi, surat, esai, makalah, tesis, dll. Wacana tulis interaksional dapat berupa surat menyurat dll.
Josep Hayon (2009:43) mengemukakan ciri-ciri wacana tulis sebagai berikut: (1) biasanya panjang dan menggunakan bentuk bahasa yang baku, (2) wacana tulis dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit – unit kebahasaanya, dan (3) wacana tulis biasanya mempunyai unsur kebahasaan yang lengkap ( tidak ada penghilangan bagian – bagianya).

3.         Penutup
Wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren yang dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa yang membentuk satu kesatuan yang utuh.
Berdasarkan dari segi bentuk bahasanya, wacana dibedakan menjadi wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Wacana lisan digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena sering digunakan, maka bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis. Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu dari unsur kalimat tersebut. Wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam waktu atau situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan, kita harus mengetahui dengan pasti: siapa yang berbicara, kepada siapa, ada kesamaan konteks antara penyapa dan pesapa,  dan bagaimana situasi pada saat pembicaraan berlangsung. Wujud wacana lisan dapat berupa percakapan atau dialog dan penggalan dialog.
Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem ejaan. Wacana tulis tidak menghadirkan penulis dan pembaca pada satu saat dan tempat yang sama, oleh karena itu pesan yang ingin disampaikan oleh penulis harus dibahasakan dengan baik dan benar. Wacana tulis memiliki ciri-ciri: menggunakan bentuk bahasa yang baku, dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit – unit kebahasaanya, dan biasanya mempunyai unsur kebahasaan yang lengkap dan tidak ada penghilangan bagian – bagianya. 

  DAFTAR PUSTAKA

Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Refika Aditama.
___________________.  2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama.
Hayon, Josep. 2007. Membaca dan Menulis Wacana. Jakarta: Grasindo.
Setiawan, Teguh. 2006. “Hakikat Wacana Bahasa Indonesia”, http://repository.ut.ac.id/4773/1/PBIN4216-M1.pdf  diakses 5 September 18  pukul 20.15.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa

Minggu, 01 April 2018


     Model Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM)
Oleh Hermanudin
1.             Abstrak
Pembelajaran Aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan  (paikem) merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif, kritis,  dan logis. Model pembelajaran  ini inovatif karena diperlukan ide-ide kreatif dan inovatif guru dalam memilih metode dan merancang strategi pembelajaran. Kritis karena menuntun peserta didik belajar kritis untuk mengetahui, melakukan, bekerjasama dan mandiri dalam belajar.   Logis karena menuntun peserta didik berlogika dalam memecahkan persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapinya. Model Pembelajaran ini berorientasi pada Student Center, yang bermakna bahwa peserta didiklah yang aktif dalam pembelajaran.
Model Paikem  melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi, yakni peserta didik berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan peserta didik, multi-media, referensi, lingkungan dsb. Kedua, proses Komunikasi , peserta didik mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan peserta didik lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play. Ketiga, proses Refleksi, peserta didik memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan. Keempat, proses Eksplorasi, peserta didik mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara.
Kata kunci : Model Paikem

2.             Pengertian dan Hakikat
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM) adalah Model pembelajaran yang menggambarkan keseluruhan proses belajar mengajar yang berlangsung menyenangkan dengan melibatkan peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif selama proses pembelajaran.  Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapat berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya.  Aktif juga dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung sehingga belajar merupakan proses aktif peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri.
Inovatif maksudnya guru diharapkan memberikan hal-hal baru yang membuat peserta didik tertarik untuk belajar. Inovatif juga dimaknai peserta didik dapat menemukan pengalaman-pengalaman baru dan menarik dalam belajar.  Dari kreativitas peserta didik diharapkan ada inovasi-inovasi baru yang akan muncul selama proses pembelajaran.
Kreatif  dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan peserta didik. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk merangsang kreatifitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis. Berpikir kritis harus dikembangkan dalam proses pembelajaran agar peserta didik terbiasa mengembangkan kreativitasnya.
 Efektif adalah pembelajaran menghasilkan  apa yang harus dikuasai oleh  peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung seperti tercantum dalam tujuan akhir pembelajaran. Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada peserta didik, membentuk kompetensi, serta mengantarkan mereka kepada tujuan yang ingin dicapai secara optimal.
Menyenangkan berkenaan dengan suasana belajar-mengajar yang kondusif sehingga peserta didik memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Pembelajaran yang menyenangkan ini menuntut adanya pola hubungan yang baik antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari peserta didik. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.  Proses pembelajaran yang dilakukan dengan aktif dan menyenangkan diharapkan lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Model Paikem memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapat atau ide ketika dihadapkan kepada sebuah problema yang pemecahannya dilakukan dengan berbagai keterampilan dan dibantu sumber-sumber lain yang relevan. Model ini meletakkan pendidikan pada empat dasar, yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning  to do), belajar hidup kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Inti dari Paikem terletak pada kemampuan guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang inovatif. Strategi pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif adalah strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student centered learning). Dalam penerapan model pembelajaran ini, guru berperan sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi peserta didik untuk belajar. Pengetahuan diperoleh peserta didik berdasarkan pengalamannya sendiri, bukan ditransfer pengetahuan dari guru. 
Pembelajaran yang menyenangkan dapat terjadi apabila hubungan interpersonal antara guru dan peserta didik berlangsung baik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan. Dalam model Paikem, pembelajaran yang menyenangkan dapat dicapai karena peserta didik aktif selama proses pembelajaran. Selain itu, motivasi belajar juga memiliki andil yang tinggi terhadap suasana senang belajar. Supaya motivasi belajar tetap tinggi, guru perlu memberikan umpan balik terhadap hasil belajar yang telah dicapai atau tugas yang telah diselesaikan oleh peserta didik.

3.             Kedudukan guru pada model Paikem
Pada model paikem guru tidak banyak melakukan intervensi pada kegiatan peserta didik. Menurut Kasmad dan Pratomo(2012) dalam Arifin dan Haryono (2016),  guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator, guider, dan evaluator. Sebagai fasilitator guru hanya mengarahkan, menyediakan, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari,  mengasah sendiri materi yang diberikan oleh guru dengan menggunakan kemampuan dan keterampilan,  pengalaman dan sumber-sumber lain yang mendukung terhadap materi sebagai fokus kajian mereka untuk memperoleh pengalaman baru. Sebagai motivator guru berupaya mendorong dan menstimulasi peserta didik agar dapat melakukan perbuatan belajar lebih optimal dan bermakna. Materi yang diberikan harus mengandung banyak unsur masalah dan solusinya, menimbulkan penasaran, dan memberikan alternatif jawaban yang luas. Guru sebagai guider berperan mengarahkan peserta didik bila menemui kesulitan atau hambatan dalam pembelajaran. Peserta didik sebagai student center diberi kebebasan untuk mencari dan menemukan sendiri dalam proses pembelajaran. Guru sebagai evaluator memberikan penilaian terhadap kegiatan peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Penilaian oleh guru meliputi aktivitas, kerjasama, tes perbuatan maupun lisan.

4.             Strategi dan langkah-langkah model Paikem
Menurut Arifin dan Haryono (2016:208) Strategi pengajaran merupakan siasat guru dalam merancang program pengajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar agar dapat dicapai secara efektif dan efesien. Peserta didik akan belajar lebih optimal dan bermakna jika program  pengajaran  dirancang dengan baik. Sebagus apapun program pengajaran tanpa dirancang dengan baik, akan berdampak kurang optimal.
Dalam menentukan strategi pengajaran, ada dua hal yang patut dicermati. Pertama, strategi pengajaran pada rencana tindakan atau rangkaian tindakan termasuk merumuskan tujuan, materi, metode, media, pemanfaatan sumber-sumber, dan evaluasi. Kedua, strategi pada tindakan semua yang telah direncanakan difokuskan untuk pencapaian tujuan.
Dalam menerapkan model Paikem, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1.             Pemanasan dan apersepsi
Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik, dengan menyajikan materi yang menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru. Pemanasan dan apersepsi ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Mulailah pengajaran dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami peserta didik.
b.      Motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka.
c.       Gerakkan peserta didik agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal baru.
2.             Eksplorasi
Eksplorasi merupakan kegiatan pengajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh sebagai berikut:
a.       Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik;
b.      Kaitkan materi standar dan kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
c.       Pilihlah metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.
3.             Konsolidasi pembelajaran
Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi dan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standar dan kompetensi baru.
b.      Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah, terutama dalam masalah-masalah aktual.
c.       Letakkan penekanan pada kaitan stuktural, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat.
d.      Pilihlah metode yang paling tepat sehingga materi dapat diproses menjadi kompetensi peserta didik.
4.             Pembentukan Kompetensi sikap, dan perilaku.
Pembentukan kompetensi sikap dan perilaku peserta didik dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Praktikkan pembelajaran secara langsung agar peserta didik dapat membangun kompetensi sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari.
c.       Gunakan metode yang tepat agar terjadi perubahan kompetensi sikap dan perilaku peserta didik.
5.             Penilaian kegiatan
Penilaian kegiatan dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik.
b.      Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik.
c.       Pilihlah metode yang paling tepat sesuai dengan kmpetensi yang ingin dicapai.

Tabel 1 Sintaks Model PAIKEM


Tahap
Kegiatan pembelajaran
Tahap 1
Pendahuluan
1 Mengaitkan     pembelajaran     sekarandengan pembelajaran sbelumnya.
2 Memotivasi siswa
3. Memberika pertanyaa kepad sisw untumengetahui konsep-konsep prasyarat yang sudah dikuasai oleh siswa.
4 Menjelaskan tujuan pembelajaran.
Tahap 2
Presentasi materi
1 Presentasi konsep-konsep yang harus dikuasai olesiswa.
2 Presentasi alat dan bahan yang dibutuhkan.
Tahap 3
Membimbing    kelompobelajar
1 Menempatkan siswa ke dalam kelompok belajar.
2 Memberi Lembar Kerja Siswa (LKS)
3 Menjelaska langkah-langkah kegiata yan akandilaksanakan.
4 Memberikan   bimbingan   pada   kelompok   yangmembutuhkan
5 Mengumpulkan hasil kerja kelompok
Tahap 4
Menelaah pemahaman dan memberikan umpan balik
1 Memberikan   kesempatan   pada   kelompok   untuk
mempresentasikan hasil kerjanya
2 Memberikan kesempatan pada kelompok lain untukmenanggapi hasil presentasi
3 Memberikan konfirmasi terhadap hasil kerja siswa
Tahap 5
Pengembangandanpenyerapan
1 Membimbing sisw menyimpulkan seluru materi
pembelajaran yang telah diperajari
2 Memberikan tugas rumah
Tahap 6
Menganalisis damengevaluasi
1 Membantu siswa untuk melakukan refleksi
2 Melaksanakan  penilaia pad akhir  pembelajaran dalam bentuk tes.
(habibah Umi, 2012: 27)


  
Tabel 2. Kreteria PAIKEM dalam Pembelajaran

KreteriAktif
Kreteria Kreatif
Siswmelakukan sesuatdengan
memikirkan apa yang mereklakukan seperti:
· Menulis
· Berdiskusi
· Berdebat
· Memecahkan masalah
· Mengajukan pertanyaan
· Menjawab pertanyaan
· Menjelaskan
· Menganalisis
· Berpikir kritis
· Memecahkan masalahsecarkonstruktif
· Ide/gagasan yang berbeda
· Berpikir konvergen (pemecahan
masalah yang “benar” atau terbaik”)
· Berpikir divergen (beragam alternatif pemecahan masalah)
· Fleksibelitas dalam berpikir (melihat dari berbagai sudut pandang)
· Berpikir terbuka
Kreteria Inovatif
Kreteria Menyenangkan
Ketercapaiatarget hasil belajar,
dapat berupa:
· Siswmenguasai konsep
· Siswmampu mengaplikasikan konsep pada masalah sederhana
· Siswmenghasilkan produtertentu
· Siswa termotivasi untuk belajar
Pembelajaran berlangsung secara:
· Interaktif
· Dinamik
· Menarik
· Menggembirakan
· Atraktif
· Menimbulkan inspirasi
Sumber: Adopsi dari Indrawati daSetiawan (2009: 18).




5.        Contoh penerapan model Paikem dalam pembelajaran
Tema pembelajaran: Mengapresiasi dan mengkreasikan Fabel
               Kompetensi Dasar
3.11 Mengidentifikasi informasi tentang fabel/ legenda daerah setempat yang dibaca dan didengar.
          4.11  Menceritakan kembali isi fabel/ legenda daerah setempat.
Tujuan pembelajaran:
1.      Peserta didik dapat menjelaskan tokoh dan karakter yang ada dalam cerita fabel.
2.      Peserta didik dapat menjelaskan latar cerita fabel.
3.      Peserta didik dapat menceritakan kembali isi fabel yang dibacanya
4.      Peserta didik dapat menjelaskan pesan moral dari cerita fabel yang dibacanya

Langkah-langkah pembelajaran:
1.      Pendahuluan
1.      Guru memperlihatkan buku-buku yang berisi cerita fabel atau legenda
2.      Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang cerita fabel atau legenda yang pernah dibaca atau di dengar siswa.
3.      Guru memberikan kesempatan pada beberapa orang peserta didik untuk menceritakan fabel atau legenda yang sudah dibaca atau di dengar sebelumnya.
4.      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan proses belajar mengajar.
5.      Guru membentuk kelompok diskusi yang beranggotakan 4  atau 5 orang.

2.      Kegiatan inti.
1.      Peserta didik membentuk kelompok sesuai dengan yang sudah direncanakan
2.      Masing-masing kelompok menunjuk ketua dan sekretaris.
3.      Guru membagikan buku cerita fabel dan kertas kerja kepada masing-masing kelompok.
4.      Setiap kelompok membaca buku dan mendiskusikan jawaban dari kertas kerja yang sudah dibagikan.
5.      Guru membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan pertanyaan terbuka yang membutuhkan beragam jawaban.
6.      Peserta didik belajar menemukan jawaban-jawaban dari pertanyan terbuka tersebut.
7.      Peserta didik membuat kesimpulan hasil diskusi kelompok
8.      Masing-masing kelompok memaparkan hasil kerja di depan kelas secara bergiliran.
9.      Setiap ada pertanyaan atau jawaban siswa selalu diberikan aplus dengan tepuk tangan
10.  Kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi.
11.  Setiap pergantian kelompok untuk maju selalu dimulai dengan yel-yel yang membangkitkan semangat
12.  Guru berperan sebagai moderator dalam diskusi tersebut

3.      Kegiatan penutup.
1.      Dibawah bimbingan guru, Peserta didik merefleksi pembelajaran yang sudah dilakukan
2.      Guru dan peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang sudah berlangsung
3.      Guru memberikan pesan-pesan moral yang ada hubungannya dengan pembelajaran yang sudah berlangsung.
4.      Guru menyampaikan rencana materi pelajaran pada pertemuan yang akan datang.
5.      Guru dan peserta didik menutup pembelajaran

Contoh Lembar kerja Siswa:
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Peristiwa apa yang terjadi dalam dongeng tersebut?
2.      Apa judul cerita fabel yang Anda baca?
3.      Siapa tokoh ceritanya?
4.      Bagaimana watak masing-masing tokoh tersebut?
5.      Bagaimana jalan cerita Fabel tersebut?
6.      Cerita fabel merupakan sindiran untuk manusia, ada manusia cerdik seperti kancil, ada yang mudah dibodohi seperti karakter buaya, ada yang bijaksana seperti karakter kura-kura, menurut Anda, dalam dunia nyata adakah orang yang mempunyai sifat atau karakter seperti tokoh cerita fabel yang sudah Anda baca tersebut, berikan penjelasanmu.
7.      Bagaimana menurutmu jika mengahadapi orang-orang seperti dalam cerita fabel tersebut?
8.      Pesan moral apa yang dapat kamu Ambil dari cerita fabel tersebut?



























Daftar Pustaka
Arifin, Zainal dan Anung Haryono. 2016. Metodologi pengajaran bahasa dan sasstra. Tangerang: Pustaka Mandiri.
Sardiman. 2014. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mulyatiningsih, Endang. 2010. Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dipetik 17 3, 18. Dari pencarian http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-mulyatiningsih-mpd/5cmodel-pembelajaran-paikem22810.pdf
Dipetik 17 3, 18. Dari pencarian http://digilib.unila.ac.id/6338/18/BAB%20II.pdf