WACANA LISAN DAN TULIS
Oleh Hermanudin
SMPN 10 Bengkulu Tengah
1.
Pendahuluan
Secara
umum wacana dapat dipahami sebagai pernyataan-pernyataan. Masyarakat umum memahami
wacana sebagai perbincangan yang terjadi dalam masyarakat ihwal topik tertentu.
Wikipedia mendefinisikan wacana
adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun
bahasa. Wacana sangat terkait dengan konteks yang menyertainya
sebagai kesatuan. Konteks
wacana adalah situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik,
peristiwa, bentuk amanat, kode, dan sarana.
Dalam
ranah yang lebih ilmiah, Yoce Aliah Darma (2009:3) mengemukakan bahwa wacana
merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu
hal yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, yang
dibentuk oleh unsur-unsur segmental dalam sebuah wacana yang paling besar.
Sedangkan unsur nonsegmental dalam sebuah wacana pada hakikatnya berhubungan
dengan situasi, waktu, gambaran, tujuan, makna, intonasi, dan tekanan dalam
pemakaian bahasa, serta rasa bahasa yang sering dikenal dengan konteks.
Djayasudarma
(2012:4), mengemukakan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan
tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,
disampaikan secara lisan atau tulis yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan
keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan
kepaduan wacana sehingga komunikatif satu ide.
Alex
Sobur (dalam Darma, 2009:3), mengungkapkan bahwa wacana adalah rangkaian ujar
atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang
disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren,
dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Jadi wacana adalah
proses komunikasi menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan interpretasi
dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas.
Renkema
(dalam Setiawan,2006:1.4) menyatakan bahwa wacana adalah disiplin ilmu yang
mengkaji hubungan antara bentuk dan fungsi bahasa dalam komunikasi. Definisi
ini menitikberatkan pada penggunaan bahasa dalam komunikasi yang membawa
fungsi-fungsi tertentu. Di pihak lain, Alwi dkk (1998: 419) menyatakan bahwa
wacana adalah serentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan preposisi
yang satu dengan preposisi yang lain yang membentuk kesatuan. Definisi ini
memandang wacana merupakan kalimat–kalimat yang saling berkaitan antara yang
satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Konsep itu membawa
kita untuk berhadapan dengan wacana tulis.
Dari beberapa pengertian diatas, wacana
adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal
yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren yang dibentuk
oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa yang membentuk satu kesatuan
yang utuh.
Wacana
dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara
pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana dibedakan menjadi
wacana verbal dan nonverbal. Dari media komunikasi, wacana dibedakan menjadi
wacana lisan dan tulis. Dari segi pemaparan, dikenal dengan jenis wacana
naratif, deskriptif, prosedural, dan ekspositoris, dan argumentatif. Dari jenis pemakai dikenal dengan wujud
monolog, dialog, dan polilog. Pada artikel ini akan akan dibahas wacana dari
media komunikasi atau sudut pandang bentuk bahasa yaitu wacana lisan dan wacana
tulis.
2. Jenis-jenis
wacana
Dari
sudut pandang bentuk bahasa, Josep Hayon (2007:40), membagi wacana menjadi dua,
yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan ditemukan dalam percakapan,
pidato, lelucon, tuturan deklamasi, percakapan, debat, tanya jawab, sementara
wacana tulis terutama pada media yang menggunakan bahasa tulis seperti iklan,
surat, cerita, esai, makalah, surat menyurat dan lain-lain. Pada wacana
mengasumsikan adanya penyapa (addressor)
dan pesapa (addresses). Dalam wacana
lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam
wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca.
2. 1 Wacana Lisan
Menurut Tarigan (2009:52), wacana lisan atau spoken
discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media
lisan. Untuk
menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima harus
menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyimak. Wacana lisan ini
sering pula dikaitkan dengan interactive discourse atau
wacana interaktif.
Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan
oleh manusia, manusia memakai bahasa lisan dalam berkomunikasi. Bahasa lisan
menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal dan
digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis.
Bahasa lisan digunakan
dalam kehidupan sehari-hari untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena sering
digunakan, maka bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa
tulis. Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian –
bagian tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana, jika salah satu
partisipannya ( pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti dicontohkan
Josep Hayon (2007:41) berikut :
Wati : “Nunung,
kemana?”
Nunung : “Biasa”.
Pada wacana di atas Wati dapat mengetahui bahwa Nunung akan pergi,
misalnya, ke warung untuk makan roti panggang karena pada saat seperti itu
kebiasaan Nunung makan roti panggang di warung X. Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan Nunung,
wacana di atas tidak dapat dimengerti. Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang
tepat. Pertama, Karena ia mengetahui bahwa tidak ada lokasi yang
bernama Biasa atau ujaran
“biasa” tidak mengacu kepada suatu tempat yang pasti dan kedua, ia belum
mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah diketahui bersama “
dengan Nunung. Dalam berkomunikasi lisan, orang lebih sering menggunakan wacana
lisan yang pendek dan kadang-kadang tidak gramatikal, seperti dicontohkan
diatas.
Ketika seseorang mengutarakan maksud dengan wacana lisan, tidak
hanya memperhatikan unsur bahasa tetapi
juga digunakan gerakan tubuh, pandangan mata, dan lain – lain, yang turut
memberi makna wacana itu. Seorang atasan yang sedang memarahi bawahannya, akan
juga memperlihatkan raut wajah dan gerakan tangannya yang memperkuat makna
bahwa hal itu tidak boleh dilakukan lagi oleh bawahannya.
Wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam waktu atau situasi
yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan, kita harus
mengetahui dengan pasti: siapa yang berbicara, kepada siapa, ada kesamaan konteks
antara pesapa dan penyapa, dan bagaimana situasi pada saat
pembicaraan berlangsung.
Fatimah Djayasudarma (2012:6), mengemukakan wujud wacana lisan
dapat berupa 1). Sebuah percakapan atau dialog lengkap dari awal sampai akhir,
dan 2). satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap,
biasanya memuat situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa), yang berupa
bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
Kelemahan
wacana lisan adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat
seperti yang pertama. Kelemahan wacana ini juga menyebabkan wacana lisan, sebagai
bahan bukti, dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah dibanding
wacana tulis.
Josep Hayon (2007:42)
mengemukakan ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut :
a) Wacana
lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus.
b) Wacana lisan
sulit diulang, dalam arti mengulang hal yang tepat sama dengan ujaran pertama
c) Wacana lisan
dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna yang
dimaksud
d) Wacana
lisan menyatukan partisipanya dalam satu situasi dan konteks yang sama.
e) Wacana
lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis
f) Wacana
lisan juga melibatkan unsur kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui
bersama (common ground),yang ada pada
satu keluarga atau kelompok
g) Wacana
lisan sering melibatkan partisipanya secara langsung.
2.
2 Wacana Tulis
Wacana
tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacan tulis dapat
berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana. Wacana tulis ditandai
oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem
ejaan.
Wacana
tulis sering ditemukan pada bacaan majalah, koran, buku, makalah , dll.
Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf. Huruf dibuat
untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa
huruf adalah lambang bunyi. Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian
digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal
berjauhan.
Wacana tulis tidak menghadirkan penulis dan
pembaca pada satu saat dan tempat yang sama, seperti halnya pada wacana lisan. Penulis dan pembaca pada wacana tulis tidak
dapat berkomunikasi secara langsung sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis harus dibahasakan dengan baik dan benar. Bila dibandingkan dengan
wacana lisan, wacana tulis biasanya lebih panjang, unit-unit kebahasaannya
lengkap, dan mengikuti aturan bahasa. Kadang-kadang berisi
keterangan-keterangan untuk memperjelas pesan dan menghindari kesalahtafsiran
makna oleh pembaca. Bentuk-bentuk bahasa biasanya baku. Berikut ini merupakan contoh wacana yang berupa rangkaian kalimat
yang utuh dan padu.
(1) Panen yang terjadi saat musim hujan mengakibatkan kualitas
gabah petani buruk sehingga harganya menjadi turun. Pemerintah harus melihat
hal itu sebagai situasi yang dihadapi petani saat ini. Pemerintah harus membeli
gabah hasil panen petani meski dengan risiko merugi. Pemerintah tidak dapat
berkelit dengan menyatakan bahwa tidak ada paksaan bagi petani untuk menanam
padi. Namun, dalam konteks swasembada beras, pilihan menanam padi merupakan
program ketahanan pangan pemerintah, Karena itu, pemerintah tidak bisa lepas tangan.
(dikutip dari Modul
1 Hakikat Wacana Bahasa Indonesia Oleh Teguh Setiawan)
Wacana di atas terbentuk oleh beberapa
kalimat. Kalimat satu dengan kalimat lain memiliki keterkaitan. Hal itu dapat
diketahui dengan adanya bentuk pengulangan kata pemerintah. Pengulangan
kata pemerintah tidak hanya sekedar mengulang, tetapi difungsikan untuk
mengaitkan informasi yang ada pada kalimat pertama dengan kalimat-kalimat
berikutnya. Dengan begitu rentetan kalimat itu menjadi kalimat yang utuh dan
padu. Bandingkan dengan wacana tulis berikut ini.
(2) Setiap minggu pagi Karno
selalu membersihkan kuda peliharaannya. Di pasar tradisional dapat kita jumpai
kuda sebagai alat transportasi. Kuda di pacuan kuda sangat kuat dan bagus.
Sebagian orang menganggap sate kuda dapat meningkatkan stamina tubuh.
(dikutip
dari Modul 1 Hakikat Wacana Bahasa Indonesia Oleh Teguh Setiawan)
Berbeda dengan teks sebelumnya, teks di
atas bukan merupakan wacana. Kalau membaca teks di atas, kita tidak dapat
mengetahui apa yang ingin diinformasikan. Kalimat-kalimat itu seakan-akan
berkaitan. Hal itu dapat diketahui dengan adanya pengulangan kata kuda.
Namun, kalau diperhatikan dengan seksama kuda yang dibicarakan dalam
kalimat satu dan kalimat berikutnya merupakan kuda yang berbeda.
Perbedaan itu yang menyebabkan tidak adanya keutuhan dan kepaduan antarkalimat.
Meskipun banyak wacana tulis yang panjang, ada
juga wacana tulis yang pendek. Wacana tulis seperti ini banyak dijumpai di
iklan, di stasiun kereta, di swalayan, dan di jalan, seperti contoh berikut
ini:
1) Pintu Keluar
2) Jalur Evakuasi
3) Awas! Tegangan tinggi!
4) Kocok dulu sebelum
diminum
Contoh (1) sering
ditemukan di stasiun kereta api, di swalayan, dan di perkantoran. Tulisan itu
menyatakan bahwa jika Anda ingin keluar dari ruangan ini atau gedung ini,
ikutilah jalan ini. Yang dimaksud dengan Anda adalah siapa saja yang berada
dalam ruangan atau gedung itu.
Contoh (2) sering kita
temukan di gedung-gedung bertingkat atau di jalan. Petunjuk ini menyatakan
bahwa kalau terjadi bencana atau gempa yang berpotensi menimbulkan kerusakan
atau Tsunami, ikuti petunjuk arah yang ada untuk
melakukan evakuasi ke tempat yang dianggap aman.
Contoh (3) adalah
peringatan yang ditujukan kepada orang untuk tidak mendekati atau menyentuh
tempat itu karena memiliki listrik tegangan tinggi.
Contoh (4) adalah label sebuah kotak obat. Pada contoh ini kata
obat dihilangkan. Maksud tulisan ini untuk memberi tahu kepada pemakai bahwa
sebelum diminum, obat itu harus dikocok.
Wacana tulis yang pendek,
seperti di atas sangat mirip dengan wacana lisan, seperti penghilangan bagian
tertentu dari wacana itu, penyatuan saat dan tempat yang sama bagi penulis dan
pembaca, dan penggunaan bentuk – bentuk informal. Ada kemungkinan wacana tulis
seperti ini adalah pengalihan dari wacana lisan. Orang yang membuatnya tentu
berpikir lebih baik ditulis daripada terus-menerus diucapkan.
Berkenaan dengan wujud wacana tulis, Fatimah Djayasudarma
(2012:6), mengemukakan wujud wacana tulis dapat berupa: 1) sebuah teks/bahan
tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alenia yang mengungkapkan sesuatu
secara berurutan dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit cerita, sepenggal
uraian ilmiah, 2) sebuah alenia, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri
atas sebuah alenia, dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan
situasi yang utuh, 3) sebuah wacana
mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi
dan koordinasi atau sistem ellepsis.
Fatimah Djajasudarma (2010:14),
membedakan wacana tulis berdasarkan sifatnya menjadi wacana tulis
transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional jika yang
dipentingkan adalah isi komunikasi. Wacana interaksional jika merupakan
komunikasi timbal balik. Wacana tulis transaksional dapat berupa iklan,
instruksi, surat, esai, makalah, tesis, dll. Wacana tulis interaksional dapat
berupa surat menyurat dll.
Josep Hayon (2009:43)
mengemukakan ciri-ciri wacana tulis sebagai berikut: (1) biasanya panjang dan
menggunakan bentuk bahasa yang baku, (2) wacana tulis dapat dilihat kembali
tanpa ada perbedaan unit – unit kebahasaanya, dan (3) wacana tulis biasanya
mempunyai unsur kebahasaan yang lengkap ( tidak ada penghilangan bagian –
bagianya).
3. Penutup
Wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian
tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan secara teratur,
sistematis dalam satu kesatuan koheren yang dibentuk oleh unsur segmental
maupun nonsegmental bahasa yang membentuk satu kesatuan yang utuh.
Berdasarkan dari segi bentuk bahasanya, wacana dibedakan menjadi
wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan
secara lisan, melalui media lisan. Wacana lisan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena sering
digunakan, maka bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa
tulis. Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian –
bagian tertentu dari unsur kalimat tersebut. Wacana lisan diciptakan atau
dihasilkan dalam waktu atau situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua
bentuk wacana lisan, kita harus mengetahui dengan pasti: siapa yang berbicara,
kepada siapa, ada kesamaan konteks antara penyapa dan pesapa, dan bagaimana
situasi pada saat pembicaraan berlangsung. Wujud wacana lisan dapat berupa
percakapan atau dialog dan penggalan dialog.
Wacana
tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana tulis
ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan
sistem ejaan. Wacana tulis tidak menghadirkan penulis dan pembaca pada satu
saat dan tempat yang sama, oleh karena itu pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis harus dibahasakan dengan baik dan benar. Wacana tulis memiliki
ciri-ciri: menggunakan bentuk bahasa yang baku, dapat dilihat kembali tanpa ada
perbedaan unit – unit kebahasaanya, dan biasanya mempunyai unsur kebahasaan
yang lengkap dan tidak ada penghilangan bagian – bagianya.
Darma,
Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis.
Bandung: Yrama Widya.
Djajasudarma,
Fatimah. 2010. Wacana Pemahaman dan
Hubungan Antarunsur. Bandung: Refika Aditama.
___________________.
2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama.
Hayon,
Josep. 2007. Membaca dan Menulis Wacana.
Jakarta: Grasindo.
Setiawan, Teguh. 2006. “Hakikat Wacana Bahasa Indonesia”, http://repository.ut.ac.id/4773/1/PBIN4216-M1.pdf diakses 5 September 18 pukul 20.15.
Tarigan,
Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana.
Bandung: Angkasa